Selasa, 08 Januari 2013

Profil Lampu Neng Donyo



Syekh Ali Ash-Shabuni merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal karena ilmu dan sifat wara’ yang dimilikinya.
Nama lengkapnya adalah Muhammad Ali bin Jamil Ash-Shabuni. Ia dilahirkan di Kota Aleppo, Suriah, pada tahun 1930. Namun, beberapa sumber ada yang menyebutkan Ash-Shabuni dilahirkan tahun 1928.
Ash-Shabuni dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syekh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di Aleppo.
Ia memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris dan ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan langsung sang ayah.
Sejak usia kanak-kanak, ia sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu agama. Di usianya yang masih belia, ia telah berhasil menghafal seluruh juz dalam Alquran.
Selain menimba ilmu kepada sang ayah, Ash-Shabuni juga pernah berguru kepada sejumlah ulama terkemuka di Aleppo.
Di antara ulama-ulama Aleppo yang pernah menjadi gurunya adalah Syekh Muhammad Najib Sirajuddin, Syekh Ahmad Al-Shama, Syekh Muhammad Sa’id Al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah.
Untuk menambah pengetahuannya, ia juga kerap mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid.
Setelah menamatkan pendidikan dasar, Ash-Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah, Madrasah Al-Tijariyya. Di sini ia hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun. Kemudian ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo.
Saat bersekolah di Khasrawiyya, ia tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus tahun 1949.

Taushiah Mbah Moen Zubaer



  Tausiyah ini ditulis kembali oleh Abu Naqie Usamah yang disarikan dari mauidloh hasanah, KH. Maimun Zubair Pengasuh PP. Al Anwar Sarang Rembang pada haul al Habib Abdul Qodir Bil Faqih dan al Habib Abdullah Ibn Abdul Qodir Bil Faqih PP. Darul Hadits Malang. Tausiyah ini bukan murni transkrip lengkap pidato beliau, hanya berdasar pendengaran, maka dalam tausiyah ini ditemui penambahan kata atau kalimat untuk mendukung pembaca memahami tausiyah beliau.
Manusia hidup hanyalah untuk beribadah sebagaimana disampaikan dalam al Quran:
Wamaa Kholaqtul Jinna Wal Insa Illa Li Ya’buduun.
Esensi dari ibadah itu sendiri adalah bagaimana seorang manusia melakukan pendekatan kepada Allah atau dalam bahasa arab disebut taqarrub.
Proses pendekatan diri kepada Allah tidak hanya diwujudkan dengan bentuk ibadah murni seperti wirid, sholat, puasa atau bentuk ibadah murni yang lain. Taqarrub bisa diwujudkan dengan menyesuaikan status sosial masing-masing orang. Kejujuran, keadilan dan kemampuan menghidarkan diri dari berbuat dzalim termasuk korupsi seorang pemimpin, pegawai pemerintah atau anggota DPR juga merupakan bentuk taqarrub.
Pemahaman seperti ini penting sekali disosialisasikan agar tidak ada orang yang setiap hari ibadah murni dijalani, tetapi perilaku kemasyarakatannya tidak sesuai dengan koridor agama. Kemampuan seorang politisi dalam membedakan posisi diri dalam bergaul dengan sesama muslim juga bentuk kemasan taqarrub yang lain. Ketika berada diluar koridor politik, seorang politisi harus mampu membangun ukhuwah Islamiyah dengan sesamanya meski berbeda jalur politiknya dengan dirinya. Seorang politisi PKB harus mampu bergaul erat dengan sesama muslim yang lain dari partai lain baik Golkar, PDIP atau PPP seperti saya ini.
Kemampuan melihat diri inilah yang penting sekali kita tanamkan kepada generasi muda kita agar tidak memandang sesama muslim yang berbeda jalur politiknya seperti orang berbeda agama. Betapa indahnya kehidupan ini bila hal ini bisa kita wujudkan bersama.
Bila kita seorang pegawai pemerintahan menemui hadits yang menyatakan:
“Shirooru al ulama, alladzina ya’tuuna al umara wa khiyaaru al umara alladzina ya’tuuna al ulama.”
Seburuk-buruk ulama adalah mereka yang (sibuk) mendatangi pemerintah atau penguasa dan sebaik-baik pemerintah atau penguasa adalah mereka yang mendatangi ulama.
Maka perhatikan kalimat terakhir, jangan membahas bagian awal. Artinya bagian proses pendekatan diri seorang pegawai pemerintahan adalah mendekati ulama, untuk mendapatkan penyegaran diri agar terselamatkan dari tindakan yang tidak terpuji atau keluar dari syariat agama kita.
Wal hasil, untuk menjalani salah satu kewajiban kita yaitu mendekat kepada Allah, kita harus faham bahwa jalan menuju ke sana bukan dari satu pintu. Namun hal itu dapat kita aplikasikan dalam bentuk amal perbuatan yang lain menyesuaikan profesi kita masing-masing yang sejalur dengan konteks syariat Islam. Wallahu A’lam
Sumber: infopesantren.web.id


Lirboyo 

Kaifal hal
Masihkah tebu-tebu manis berderet sepanjang jalan
Menyambut langkah gamang santri anyar menuju gerbang
Ataukah seperti dimana mana
Telah di gantikan bangunan-bangunan bergaya spanyolan
Dan pabrik-pabrik yang angkuh
lirboyo
masihkah mercusuar- mercusuar petromak sepanjang bamboo
setia menunggu para santri bertahalul layali
ataukah tentunya neon-neon benderang kebiruan yang berjaga kini
seperti bola-bola lampu menggantikan teplok gotakan
lirboyo
masihkah beberapa santri menghafal I’lal di rerumpunan tebu
dan senandung matan-matan alfiyah dan imrithy membuai merdu
Ataukah seperti dimana mana
Telah digantikan lagu-lagu melayu yang lewat transistor-transistor bawaan teknologi canggih masa kini
Lirboyo
Masihkah perdebatan pendalaman dalam halaqoh-halaqoh musyawarah menghidupkan malam-malammu penuh semangat dan gairah
Ataukah seperti dimana mana
Diskusi-diskusi sarat istilah tanpa kelanjutan dinilai lebih berrgengsi dan bergaya
Lirboyo
Masihkah semua santri-santri bersama melakukan shalat setiap waktu
Memburu derajat ganjaran yang berlipat dua puluh tujuh
Ataukah seperti dimana mana
Semua orang seperti tak punya waktu
Memburu saat-saat kesendirian untuk diri sendiri
Lirboyo
Masihkah penghunimu percaya pada percikan sawab berkah mbah manaf, mabah marzuki dan mbah mahrus rahimahullah
Ataukah seperti dimana mana
Itu tidak mempunyai arti apa-apa kecuali bagi dikenang sesekali pada upacara haul yang gegap gempita
Lirboyo
Masihkah jenggotmu terasa berat bagi penimba
Ataukah justru lebih berat lagi
Lirboyo
apa kabar
Lirboyo
bagaimana kabar gus war, gus idris, gus imam,gus maksum
Lirboyo
dimana mana tesebar mbah manaf-mbah manaf
Dimana mana tersebar mbah mazuki-mbah marzuki
Dimana mana tersebar mbah mahrus-mbah mahrus
Merekalah yang meski berukuran lebih kecil
Ketika disini mampu mengalahkan jenggotmu
Lirboyo
bagaiman disini
Lirboyo
aku rindu kau